Kisah Islamiah malam ini tentang kutukan atau azab.
Banyak cara dilakukan oleh iblis untuk menggoda umat manusia, tak luput pula umatnya Nabi Musa as.




Saat ditetapkan hari Sabtu sebagai hari ibadah, mereka malah menggunakannya untuk bekerja. Mereka termakan oleh rayuan iblis terlaknat sehingga beberapa dari umat Nabi Musa as dikutuk menjadi monyet.


Kisahnya.
Umat Nabi Musa as pada hari Sabtu merupakan hari pantangan untuk menangkap ikan atau bekerja. Pada hari Sabtu tersebut, mereka dianjurkan untuk beribadah kepada Allah SWT. Bagi yang membangkang, maka akan menerima azab.

Dikisahkan dalam Al Qur'an bahwa Bani Israil merupakan umat Nabi Musa as.
Saat itu Bani Israil tinggal di daerah pantai sehingga sebagian besar mata pencahariannya adalah sebagai nelayan.

Allah SWT memberikan kewajiban kepada Bani Israil untuk taat dan patuh melalui rasul-Nya.
Melalui Nabi Msa as, Bani Israil diperintahkan untuk beribadah pada hari Sabtu. Pada hari itu, tidak boleh ada aktivitas mencari nafkah atau berburu ikan di laut.
Pada hari itu hanya digunakan untuk menyembah kepada Allah SWT.

Sedangkan untuk menangkap ikan, Bani Israil diperbolehkan pada hari-hari yang lain, kecuali hari Sabtu.
"Baiklah, kami taat kepadamu Musa karena engkau adalah nabi kami," kata Bani Israil.

Hari Sabtu Dimuliakan.
Sejak saat itu, hari Sabtu menjadi hari yang dimuliakan oleh Bani Israil.
Mereka mengisi hari tersebut dengan beribadah pada Allah SWT. Segala aktivitas baik berupa pencarian ikan di laut atau perniagaan berhenti semua pada hari itu.

Meskipun pada hari itu ikan-ikan di laut terlihat sangat banyak dan muncul di permukaan laut, tetapi mereka tetap patuh.
Nah, saat itulah iblis mulai menggoda Bani Israil. Mereka menanamkan sesuatu yang buruk di hati Bani Israil tersebut.
"Inilah kesempatanku untuk menggoda mereka," tutur iblis dengan hati senang.

Sesaat kemudian, iblis menyamar dan mendatangi Bani Israil.
Ia pun duduk dan berbaur dengan orang-orang yang gelisah membicarakan hilangnya ikan.
Setelah berbicara panjang lebar, iblis pun menawarkan suatu ide cemerlang.
"Kawan-kawan, bagaimana kalau kita tetap melaut dan mencari ikan pada hari Sabtu. Ingatlah bahwa ada hari itu ikan-ikan ramai berdatangan di perairan kita.
Di lain hari Sabtu, ikan-ikan menghilang entah kemana.Jadi, kita harus menangkap dan menjaring ikan tersebut pada hari Sabtu saja," penuturan iblis kepada Bani Israil yang gelisah.

Terjadilah perdebatan panjang dari Bani Israil.
Mereka tak yakin dengan usulan iblis. Namun, iblis cukup cerdik dan akhirnya ia berhasil meyakinkan argumentasi untuk menguatkan godaannya.
"Jangan ragu-ragu, kita akan makan apa jika kita jatuh miskin. Bagaimana dengan nasib anak-anak dan istri kita. Aku yakin, Musa pasti tidak tega jika kita menderita," tegas iblis menguatkan godaannya.
"Baiklah, kita sepakat dengan usulmu. Kita tetap akan berlayar mencari ikan meskipun itu hari Sabtu," jawab Bani Israil dengan serempak.

Peringatan Allah SWT.
Ketika hari Sabtu tiba, banyak kalangan Bani Israil yang menolak beribadah. Mereka tetap melaut untuk mencari ikan.

"Kenapa hanya sedikit Bani Israil yang datang beribadah di hari Sabtu ini?" tanya Nabi Musa as.
Salah seorang penduduk yang masih taat pada Allah menjawab,
"Wahai Nabi kami, kaum Bani Israil banyak yang melaut pada hari ini. Alasannya, ikan-ikan saat hari Sabtu sangat banyak, sedangkan di hari lain ikannya sangatlah sedikit."

"Ya Allah, kenapa mereka tetap tidak taat kepada-Mu, padahal mereka telah aku tolong dari berbagai bahaya yang mengancam. Dari itu, berikanlah peringatan kepada mereka," ucap nabi Musa as sambil berdoa kepada Allah SWT.

Ternyata Allah SWT mengabulkan doa Nabi Musa as.
Seluruh Bani Israil yang tidak beribadah di hari Sabtu, dilaknat berubah menjadi monyet. Mereka pun tidak memiliki keturunan hingga mereka mati.
Sedangkan orang-orang yang tetap taat, diselamatkan dari azab itu.

01. Bersyukur apabila mendapat nikmat;
02. Sabar apabila mendapat kesulitan;
03. Tawakal apabila mempunyai rencana/program;
04. Ikhlas dalam segala amal perbuatan;
05. Jangan membiarkan hati larut dalam kesedihan;
06. Jangan menyesal atas sesuatu kegagalan;
07. Jangan putus asa dalam menghadapi kesulitan;
08. Jangan usil dengan kekayaan orang;
09. Jangan hasad dan iri atas kesuksessan orang;
10. Jangan sombong kalau memperoleh kesuksessan;
11. Jangan tamak kepada harta;
12. Jangan terlalu ambitious akan sesuatu kedudukan;
13. Jangan hancur karena kezaliman;
14. Jangan goyah karena fitnah;
15. Jangan berkeinginan terlalu tinggi yang melebihi kemampuan diri.
16. Jangan campuri harta dengan harta yang haram;
17. Jangan sakiti ayah dan ibu;
18. Jangan usir orang yang meminta-minta;
19. Jangan sakiti anak yatim;
20. Jauhkan diri dari dosa-dosa yang besar;
21. Jangan membiasakan diri melakukan dosa-dosa kecil;
22. Banyak berkunjung ke rumah Allah (masjid);
23. Lakukan shalat dengan ikhlas dan khusyu;
24. Lakukan shalat fardhu di awal waktu, berjamaah di masjid;
25. Biasakan shalat malam;
26. Perbanyak dzikir dan do’a kepada Allah;
27. Lakukan puasa wajib dan puasa sunat;
28. Sayangi dan santuni fakir miskin;
29. Jangan ada rasa takut kecuali hanya kepada Allah;
30. Jangan marah berlebih-lebihan;
31. Cintailah seseorang dengan tidak berlebih-lebihan;
32. Bersatulah karena Allah dan berpisahlah karena Allah;
33. Berlatihlah konsentrasi pikiran;
34. Penuhi janji apabila telah diikrarkan dan mintalah maaf apabila karena sesuatu sebab tidak dapat dipenuhi;
35. Jangan mempunyai musuh, kecuali dengan iblis/syaitan;
36. Jangan percaya ramalan manusia;
37. Jangan terlampau takut miskin;
38. Hormatilah setiap orang;
39. Jangan terlampau takut kepada manusia;
40. Jangan sombong, takabur dan besar kepala;
41. Berlakulah adil dalam segala urusan;
42. Biasakan istighfar dan taubat kepada Allah;
44. Hiasi rumah dengan bacaan Al-Quran;
45. Perbanyak silaturrahim;
46. Tutup aurat sesuai dengan petunjuk Islam;
47. Bicaralah secukupnya;
48. Beristeri/bersuami kalau sudah siap segala-galanya;
49. Hargai waktu, disiplin waktu dan manfaatkan waktu;
50. Biasakan hidup bersih, tertib dan teratur;
51. Jauhkan diri dari penyakit-penyakit bathin;
52. Sediakan waktu untuk santai dengan keluarga;
53. Makanlah secukupnya tidak kekurangan dan tidak berlebihan;
54. Hormatilah kepada guru dan ulama;
55. Sering-sering bershalawat kepada nabi;
56. Cintai keluarga Nabi saw;
57. Jangan terlalu banyak hutang;
58. Jangan terlampau mudah berjanji;
59. Selalu ingat akan saat kematian dan sedar bahawa kehidupan dunia adalah kehidupan sementara;
60. Jauhkan diri dari perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat seperti mengobrol yang tidak berguna;
61. Bergaul lah dengan orang-orang soleh;
62. Sering bangun di penghujung malam, berdoa dan beristighfar;
63. Lakukan ibadah haji dan umrah apabila sudah mampu;
64. Maafkan orang lain yang berbuat salah kepada kita;
65. Jangan dendam dan jangan ada keinginan membalas kejahatan dengan kejahatan lagi;
66. Jangan membenci seseorang karena pahaman dan pendiriannya;
67. Jangan benci kepada orang yang membenci kita;
68. Berlatih untuk berterus terang dalam menentukan sesuatu pilihan
69. Ringankan beban orang lain dan tolonglah mereka yang mendapatkan kesulitan.
70. Jangan melukai hati orang lain;
71. Jangan membiasakan berkata dusta;
72. Berlakulah adil, walaupun kita sendiri akan mendapatkan kerugian;
73. Jagalah amanah dengan penuh tanggung jawab;
74. Laksanakan segala tugas dengan penuh keikhlasan dan kesungguhan;
75. Hormati orang lain yang lebih tua dari kita
76. Jangan membuka aib orang lain;
77. Lihatlah orang yang lebih miskin daripada kita, lihat pula orang yang lebih berprestasi dari kita;
78. Ambilah pelajaran dari pengalaman orang-orang arif dan bijaksana;
79. Sediakan waktu untuk merenung apa-apa yang sudah dilakukan;
80. Jangan sedih karena miskin dan jangan sombong karena kaya;
81. Jadilah manusia yang selalu bermanfaat untuk agama,bangsa dan negara;
82. Kenali kekurangan diri dan kenali pula kelebihan orang lain;
83. Jangan membuat orang lain menderita dan sengsara;
84. Berkatalah yang baik-baik atau tidak berkata apa-apa;
85. Hargai prestasi dan pemberian orang;
86. Jangan habiskan waktu untuk sekedar hiburan dan kesenangan;
87. Akrablah dengan setiap orang, walaupun yang bersangkutan tidak menyenangkan.
88. Sediakan waktu untuk berolahraga yang sesuai dengan norma-norma agama dan kondisi diri kita;
89. Jangan berbuat sesuatu yang menyebabkan fisikal atau mental kita menjadi terganggu;
90. Ikutilah nasihat orang-orang yang arif dan bijaksana;
91. Pandai-pandailah untuk melupakan kesalahan orang dan pandai-pandailah untuk melupakan jasa kita;
92. Jangan berbuat sesuatu yang menyebabkan orang lain terganggu dan jangan berkata sesuatu yang dapat menyebabkan orang lain terhina;
93. Jangan cepat percaya kepada berita jelek yang menyangkut teman kita sebelum dipastikan kebenarannya;
94. Jangan menunda-nunda pelaksanaan tugas dan kewajiban;
95. Sambutlah huluran tangan setiap orang dengan penuh keakraban dan keramahan dan tidak berlebihan;
96. Jangan memforsir diri untuk melakukan sesuatu yang diluar kemampuan diri;
97. Waspadalah akan setiap ujian, cobaan, godaan dan tentangan. Jangan lari dari kenyataan kehidupan;
98. Yakinlah bahwa setiap kebajikan akan melahirkan kebaikan dan setiap kejahatan akan melahirkan merusakan;
99. Jangan sukses di atas penderitaan orang dan jangan kaya dengan memiskinkan orang

“Sebarkanlah walau satu ayat pun” (Sabda Rasulullah SAW) “Nescaya Allah memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. Dan barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar.” (Surah Al-Ahzab:71)

http://khilafahislamiyah.wordpress.com/

Rasulullah SAW pernah bersabda yang artinya :
“Bukti cinta sejati itu ada tiga, yaitu :
1. memilih kalam kekasihnya (Al-Qur’an) daripada kalam lain-Nya (hasil produk manusia);
2. memilih bergaul dengan kekasih-Nya daripada bergaul dengan yang lain;
3. memilih keridhaan kekasih-Nya daripada keridhaan yang lain.”

Demikian ini karena orang yang mencintai sesuatu itu, ia menjadi hambanya. Yahya bin Mu’adz sehubungan dengan pengertian ini telah mengatakan : “Setitik benih cinta kepada Allah lebih aku sukai daripada pahala mengerjakan ibadah tujuh puluh tahun.”
________________
dari nashaihul ‘ibad (nasihat-nasihan untuk para hamba) oleh Imam Nawawi

Terjemahan al-A'raf: 179

Tafsir

Setelah Tuhan bicara Bal’am ibn Ba’ura, kiai yang murtad disambung pernyataan bahwa hidayah ada di tanganNya, kini Tuhan bicara neraka Jahannam yang sengaja dirancang untuk kawanan Jin dan manusia. Tidak hanya itu, alasan penyiksannya juga diungkap. Bahwa mereka tak pandai menggunakan hati untuk menerima Allah SWT sebagai Tuhan satu-satunya. Tidak mau menggunakan mata melihat kebesaranNya dan tidak pula menggunakan telinga mendengarkan ajaranNya. Lebih dari itu, mereka juga dicap sebagai lebih nista dibanding binatang.

Ada beberapa yang menarik distudi, anatara lain: Pertama, bahwa kawanan jin sama-sama terkena khitab seperti manusia. Jin juga wajib menjalankan ibadah seperti yang sudah disyari’atkan untuk mereka, meski kemunginan kriteria atau petunjuk tehniknya tidak sama. Semisal ibadah haji. Jin juga terkena kewajiban menunaikan ibadah haji, bahkan tidak ada persyaratan mampu maupun aman keadaan. Sebab semua Jin bisa dengan mudah terbang ke arena haji langsung tanpa harus naik pesawat. Kecuali jin yang lumpuh dan patah sayap, kalau ada.
Beberapa ayat berkata demikian termasuk ayat studi ini. Ayat ini menunjuk bahwa Jahanam dipersiapkan untuk menyiksa kawanan Jin yang durhaka. “walaqad dzara’na lijahannam katsira min al-min”. itu artinya, Ji terkena kewajiban ibadah, tapi membandel. Kalau Jin tidak terkena kewajiban, maka tidak mungkin Tuhan mengancam mereka disiksa di neraka.
Kedua, Jin juga merupakan makhluq berkomposisi jasad dan ruh, meski struktur jasadnya tak sama dengan manusia. Punya akal sehat, punya nafsu dan punya kemampuan. Maka ada yang rajin dan ada yang malas. Ada yang baik dan ada yang buruk. Ada yang beriman dan ada yang durhaka. Seperti kita, mereka juga berjuang melawan nafsu demi bisa beribadah. Lebih enak bersenang-senang dan mengumbar nafsu, bermain dan berbuat jahat. Makanya ada imbalan pahala baginya dan ada pula pembalasan.
Tidak seperti para Malaikat yang semuanya patuh. Tidak ada yang malas, tidak ada yang enggan, apalagi maksiat. Mereka makhluq elektrik yang dicipta serba otomatis. Sehingga kebajikan yang mereka lakukan bukanlah sebuah kebajikan hakiki dari hasil perjuangan melawan hawa nafsu, melainkan sebuah otomatisasi yang reflektif. Jadi, tak ada imbalan apa-apa bagi mereka. Tak ada malaikat yang masuk surga dan tak ada pula yang masuk neraka. Ada malaikat Surga seperti Ridhwan, tapi dia bukan tamu yang menikmati servis, tapi kayak pelayan hotel. Tamunya adalah kita.





Senin, 06 Desember 2010 15:15
Besok: KIAI BAL’AM MASA KINI 
Abdullah ibn Abbas menampilkan riwayat lain tentang orang-orang sakti meski tidak sehebat kiai Bal’am era Bani Israel dulu. Syahdan, ada seorang lelaki ahli ibadah sangat serius. Seperti layaknya hidup mandito, lelaki ini sama sekali tak tertarik keduniawian, tapi rejekinya cukup. Seperti layaknya hidup ala salibat, lelaki ini juga tidak hangat di adegan ranjang hingga istrinya sering tak tersentuh. Namun karena kesahihannya, sang istri menerima. Keluarga ini amat bahagia dan dikaruniai banyak anak.  
Sama dengan kiai Bal’am, lelaki ini acap kali manjur doanya sehingga banyak tamu  meminta didoakan. Cerita punya cerita, karena tingginya daya munajah, lelaki ini dianugerahi Tuhan tiga doa super mustajabah.
Ternyata istrinya yang bernama Elbasus tahu bahwa sang suami dapet anugerah itu, lalu pingin meminta satu. “kakanda, engkau telah mengetahui kesetiaan aku mendampingimu tanpa pernah minta apa-apa apalagi mengeluh. Sekali ini saja aku meminta salah satu dari tiga doa itu. Mohon satu doa diberikan untukku, sedangkan dua lainnya silakan kakanda sendiri yang memakai”.
Suami: ”ya, janji ya. Satu saja. Lalu dinda minta apa?”.
Istri: ”doakan aku agar menjadi wanita tercantik di seantero negeri ini”.
Suami: ’Rugi, mbok yo dinda meminta yang lebih besar dari sekedar cantik. Kanda ini sudah rela dengan tampilan dinda sekarang”.
Istri: “ya, tapi tidak salah toh, ini juga untuk meningkatkan kebahagiaan kita bersama”.
Suami itu menyerah dan berdoa. Dalam beberapa saat, berubahlah dia menjadi wanita terseksi di seantero Bani Israel. Hilanglah sudah satu doa, tinggal dua.
Bukan main senangnya hati wanita itu, lagi-lagi berkaca dan pamer. Malah sering keluar rumah dan tentu saja mendapat perhatian para lelaki hingga kalangan atas. Merasa laku dan banyak yang berebut, wanita itu mulai meninggalkan suaminya perlahan-lahan dan bercengkerama dengan lelaki pilihan. Bahkan menantang-nantang suami dan menuntut cerai.
Lelaki itu tersinggung dan berfikir keras, apakah bersabar dan ikhlas melepas istri, atau berdoa mengutuknya. Ternyata dia sakit hati dan menggunakan satu doa aji-aji lagi. Istrinya disabdo menjadi anjing kudisan yang bau dan menjijikkan. Subhanallah, doa lelaki itu dikabulkan seketika dan Elbasus perlahan-lahan berubah menjadi anjing dekil. Meski berwujud anjing, namun gelagatnya tetap mencerminkan seorang manusia. Komunikasinya pakai isyarat. Sesekali berbicara tak jelas, namun bisa dimengerti.
Dalam keadan seperti itu, anak-anaknya sangat malu dan resah. Lalu datang merayu sang ayah: “Bapak, kami tidak kuat lagi menaham malu dan hinaan masyarakat. Meski berwujud anjing, beliau tetap ibu kami. Lagian, apa bapak mau punya istri anjing?  Tolong kasihanilah ibu. Doakan agar ibu kembali seperti wujud sedia kala”.
Lelaki itu luluh oleh tangisan anak-anaknya dan berkenan berdoa untuk pemulihan sang ibu. Dengan izin Allah, Elbasus kembali menjadi sosok wanita seperti dulu, istri seorang kiai dan ibu dari anak-anak mereka. Habis dan habislah tiga fasilitas doa, percuma dan percumalah tiga anugerah doa tanpa buah apa-apa. Begitulah, kalau sesuatu itu berorientasi pada keduniawian semata. Hancur lebur dan sia-sia. 





Seorang pemuda, ahli amal ibadah datang ke seorang Sufi. Sang pemuda dengan bangganya mengatakan kalau dirinya sudah melakukan amal ibadah wajib, sunnah, baca Al-Qur’an, berkorban untuk orang lain dan kelak harapan satu satunya adalah masuk syurga dengan tumpukan amalnya.
Bahkan sang pemuda tadi malah punya catatan amal baiknya selama ini dalam buku hariannya, dari hari ke hari.
“Saya kira sudah cukup bagus apa yang saya lakukan Tuan…”
“Apa yang sudah anda lakukan?”
“Amal ibadah bekal bagi syurga saya nanti…”
“Kapan anda menciptakan amal ibadah, kok anda merasa punya?”
Pemuda itu diam…lalu berkata,
“Bukankah semua itu hasil jerih payah saya sesuai dengan perintah dan larangan Allah?”
“Siapa yang menggerakkan jerih payah dan usahamu itu?”
“Saya sendiri…hmmm….”
“Jadi kamu mau masuk syurga sendiri dengan amal-amalmu itu?”
“Jelas dong tuan…”
“Saya nggak jamin kamu bisa masuk ke syurga. Kalau toh masuk kamu malah akan tersesat disana…”
Pemuda itu terkejut bukan main atas ungkapan Sang Sufi. Pemuda itu antara marah dan diam, ingin sekali menampar muka sang sufi.
“Mana mungkin di syurga ada yang tersesat. Jangan-jangan tuan ini ikut aliran sesat…” kata pemuda itu menuding Sang Sufi.
“Kamu benar. Tapi sesat bagi syetan, petunjuk bagi saya….”
“Toloong diperjelas…”
“Begini saja, seluruh amalmu itu seandainya ditolak oleh Allah bagaimana?”
“Lho kenapa?”
“Siapa tahu anda tidak ikhlas dalam menjalankan amal anda?”
“Saya ikhlas kok, sungguh ikhlas. Bahkan setiap keikhlasan saya masih saya ingat semua…”
“Nah, mana mungkin ada orang yang ikhlas, kalau masih mengingat-ingat amal baiknya? Mana mungkin anda ikhlas kalau anda masih mengandalkan amal ibadah anda?
Mana mungkin anda ikhlas kalau anda sudah merasa puas dengan amal anda sekarang ini?”

Pemuda itu duduk lunglai seperti mengalami anti klimaks, pikirannya melayang membayang bagaimana soal tersesat di syurga, soal amal yang tidak diterima, soal ikhlas dan tidak ikhlas.
Dalam kondisi setengah frustrasi, Sang sufi menepuk pundaknya.
“Hai anak muda. Jangan kecewa, jangan putus asa. Kamu cukup istighfar saja. Kalau kamu berambisi masuk syurga itu baik pula. Tapi, kalau kamu tidak bertemu dengan Sang Tuan Pemilik dan Pencipta syurga bagaimana? Kan sama dengan orang masuk rumah orang, lalu anda tidak berjumpa dengan tuan rumah, apakah anda seperti orang linglung atau orang yang bahagia?”
“Saya harus bagaimana tuan…”

“Mulailah menuju Sang Pencipta syurga, maka seluruh nikmatnya akan diberikan kepadamu. Amalmu bukan tiket ke syurga. Tapi ikhlasmu dalam beramal merupakan wadah bagi ridlo dan rahmat-Nya, yang menarik dirimu masuk ke dalamnya…”
Pemuda itu semakin bengong antara tahu dan tidak.
“Begini saja, anak muda. Mana mungkin syurga tanpa Allah, mana mungkin neraka bersama Allah?”
Pemuda itu tetap saja bengong. Mulutnya melongo seperti kerbau. (sfn)

Entri Populer